"Pemukulan tifa sebagai tanda di bukannya acara atau kegiatan oleh Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Papua Barat Ir. F. H. Runaweri, MM bersama Kepala Brida dan Dekan Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University" dok.brida_mediapapuabarat
BridaNews_Manokwari – Provinsi Papua Barat memiliki luas tutupan hutan yang masih sangat luas sehingga memiliki potensi karbon yang sangat besar. Oleh karena itu para pakar dari Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University bersama beberapa narasumber dari Pemerintah Daerah Provinsi Papua Barat, Fakultas Kehutanan UNIPA Manokwari, Mitra Pembangunan serta masyarakat adat bersama-sama terlibat dalam kegiatan Lokakarya Para Pihak Terkait Potensi Carbon Offset Hutan di Papua Barat yang dilaksanakan pada hari Rabu, 14 Juni 2023 di Swiss-belhotel Manokwari.
Mengawali lokakarya tersebut, Dekan Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University Dr. Ir. Naresworo Nugroho, M.Si mengatakan bahwa target penurunan emisi gas rumah kaca saat ini diimplementasikan ke semua sektor, bukan hanya pada bidang kehutanan saja dan tetapi target tersebut kemudian akan didistribusikan hingga ke pihak swasta.
"Sambutan Dekan Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University Dr. Ir. Naresworo Nugroho, M.Si" (dok.brida_mediapapuabarat)
Dr. Nugroho menyampaikan bahwa dari semua bidang sektor yang ada, sektor kehutanan adalah merupakan bidang sektor yang paling dirasakan efektif dalam upaya melakukan pengurangan emisi gas rumah kaca karena relatif lebih hemat biaya. Oleh karena itu, mekanisme carbon offset di sektor kehutanan dan lahan menjadi pilihan paling ideal bagi sektor swasta dalam mencapai target penurunan emisi. “Papua Barat memiliki luas hutan sekitar 8,97 juta hektar sehingga saya yakin bahwa Papua Barat memiliki potensi carbon offset yang sangat besar”, ungkap Dr. Nugroho.
Selanjutnya Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Papua Barat Ir. F. H. Runaweri, MM dalam sambutannya ketika membuka acara lokakarya menyampaikan bahwa kalau berbicara karbon, sebelumnya di Papua Barat telah mencoba untuk mengimplementasikan ke masyarakat pemilik hutan, contoh kasus yaitu di Teluk Wondama. “Saat itu sekitar 70.000-an hektar hutan didorong untuk dijaga oleh masyarakat dengan kompensasi nilai uangnya adalah 1 ton = 5 dollar”, namun dalam perkembangannya tidak dilaksanakan dengan baik sehingga wilayah yang tadinya harus dijaga keutuhan tutupan hutannya, kemudian akhirnya diberikan izin untuk usaha perhutanan, terang Runaweri.
"Sambutan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Papua Barat Ir. F. H. Runaweri, MM" (dok.brida_mediapapuabarat)
Sampai saat ini terkait karbon memang kami di Papua Barat belum mendapat dampak yang signifikan, sehingga saya berharap dengan konsep carbon offset ini, kedepannya akan berdampak bagi masyarakat Papua Barat. “Karena saat ini Papua Barat masih memiliki luas tutupan hutan sekitar 95% dengan laju deforestasi paling kecil di seluruh Indonesia”, sehingga ini sebenarnya modal yang sangat besar untuk kami di Papua Barat, ucap Kadis Kehutanan.
Setelah itu, dilanjutkan dengan pemaparan materi dari beberapa narasumber diantaranya oleh Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Papua Barat Ir. F. H. Runaweri, MM tentang program mitigasi perubahan iklim di sektor kehutanan di Provinsi Papua Barat, Dekan Fakultas Kehutanan UNIPA Dr. Jonni Marwa, S.Hut, M.Si tentang pengelolaan hutan kolaboratif di Provinsi Papua Barat dan Kepala Badan Riset dan Inovasi Daerah Provinsi Papua Barat Prof. Dr. Charlie D. Heatubun, S.Hut, M.Si, FLS yang menyampaikan materi tentang perkembangan terkini inisiatif pembangunan berkelanjutan di Papua Barat.
"Pemamparan materi oleh Kepala Badan Riset dan Inovasi Daerah Provinsi Papua Barat, Prof. Dr. Charlie D. Heatubun, S.Hut, M.Si, FLS" (dok.brida_mediapapuabarat)
Prof. Heatubun dalam materinya berkesempatan memberikan informasi tentang capaian-capaian yang selama ini telah dilakukan oleh Pemerintah Daerah bersama Mitra Pembangunan, seperti regulasi-regulasi terkait komitmen mendukung pelestarian hutan di Tanah Papua, diantaranya Perdasus Nomor 10 Tahun 2019 Tentang Pembangunan Berkelanjutan di Provinsi Papua Barat dan Perdasus Nomor 9 Tahun 2019 tentang Pedoman Pengakuan, Perlindungan, Pemberdayaan Masyarakat Hukum Adat dan Wilayah Adat di Provinsi Papua Barat.
Selain itu, Provinsi Papua Barat saat ini sedang mendorong pengembangan Komoditas Lokal Unggulan Daerah Non-Deforestasi berdasarkan potensi komoditas unggulan daerah di berbagai kabupaten, salah satunya Kakao Ransiki di Kabupaten Manokwari Selatan, Kopi Arabica di Kabupaten Pegunungan Arfak dan komoditas-komoditas lainnya. “ini merupakan salah satu model pembangunan berkelanjutan yang sedang dilakukan sehingga konsep-konsep pembangunan dengan pembukaan lahan yang sebesar-besarnya secara perlahan mulai dikurangi” ungkap Kepala BRIDA ini.
"Penyerahan buku Papua Barat Menuju Pembangunan Berkelanjutan" (dok.brida_mediapapuabarat)
Lebih lanjut, Prof. Heatubun juga menyampaikan komitmen dan kebijakan Bapak Penjabat Gubernur Papua Barat, Komjen Pol. (Purn.) Drs. Paulus Waterpauw, M.Si yang mendukung dan tetap berkomitmen terhadap pembangunan berkelanjutan, peningkatan kesejahteraan masyarakat adat dan berkontribusi bagi pengendalian perubahan iklim dan pelestarian hutan tropis di Papua Barat. Bapak Pj. Gubernur telah menyampaikan saat menghadiri pertemuan para Gubernur anggota GCF Task Force di Merida, Yucatan, Mexico awal Februari 2023 yang lalu. Secara lantang beliau mengatakan bahwa “Pengembangan ekonomi lokal yang berbasis potensi komoditi di masyarakat adalah kunci. Tanpa kesejahteraan masyarakat adat mustahil dapat menahan laju deforestasi”. Ini sudah sangat jelas bahwa peningkatan kesejahteraan masyarakat harus sejalan beriringan dengan upaya pelestarian hutan dan pengendalian iklim. Skema carbon offset bisa menjadi salah satu program andalan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat, yang di saat yang sama hutan tetap terlindungi dan dilestarikan untuk menyerap dan menyimpan karbon dari atmosfir kita.
"Penjabat Gubernur Papua Barat, Komjen Pol. (Purn.) Drs. Paulus Waterpauw, M.Si saat bersama Gubernur Kalimantan Timur, Dr. Ir. H. Isran Noor, M.Si saat menghadiri pertemuan para Gubernur anggota GCF Task Force di Merida, Yucatan, Mexico" (dok.brida_mediapapuabarat)
Akhirnya, lokakarya ini diharapkan dapat memberikan pemahaman bersama tentang pengelolaan hutan, perubahan iklim serta adanya sharing areal potensial untuk implementasi carbon offset di Provinsi Papua Barat dan model bisnis yang paling sesuai untuk pengelolaannya. (chr/brida_mediapapuabarat)